Malang, pendoposatu.id – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang mengambil sikap keras terhadap operasional dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belum mengantongi izin resmi berupa Surat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) serta Surat Persetujuan Penyehatan Garis (SPPG).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Abdul Qodir, menegaskan bahwa langkah tegas tersebut bukan bentuk penolakan terhadap program nasional, melainkan wujud kepedulian terhadap keselamatan anak-anak penerima manfaat.
“Kami berdiri di atas substansi, bukan sensasi. DPRD itu dibangun untuk membela rakyat, bukan membela gengsi,” tegas Abdul Qodir yang akrab disapa Adeng, Kamis (23/10/2025).
Menurutnya, masih banyak dapur MBG di Kabupaten Malang yang beroperasi tanpa memenuhi standar keamanan pangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Permenkes Nomor 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga, serta PP Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.
“Jika aturan ini diabaikan, program yang mulia bisa berubah jadi bencana sunyi — anak-anak menjadi korban, sementara kita sibuk menjaga martabat politik,” ujarnya lantang.
Adeng menegaskan, PDI Perjuangan sepenuhnya mendukung program makan bergizi gratis yang menjadi agenda Presiden Prabowo Subianto, namun pelaksanaannya harus sejalan dengan aturan yang berlaku.
“Kami sepakat dengan Presiden Prabowo. Program makan bergizi harus jalan, tapi keamanan pangan tidak boleh ditawar. Kalau belum memenuhi syarat, hentikan sementara, perbaiki, baru lanjutkan,” katanya.
Ia menambahkan, kritik yang disampaikan fraksinya bukan bentuk perlawanan, melainkan bagian dari tanggung jawab konstitusional.
“Lebih baik suara lantang demi rakyat, daripada diam demi kenyamanan jabatan. Lebih baik disalahpahami karena membela gizi rakyat, daripada dikenang karena membungkam kebenaran,” tutur politisi yang dikenal berapi-api itu.
Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Malang secara resmi mengumumkan empat poin sikap terhadap pelaksanaan Program MBG:
1. Mendesak Pemkab Malang menghentikan sementara dapur MBG yang belum memiliki SLHS dan SPPG.
2. Mendorong pembentukan panitia khusus (pansus) DPRD untuk memastikan keamanan pangan anak menjadi prioritas utama.
3. Mengajak seluruh fraksi bersatu mengutamakan kepentingan rakyat dan amanat Presiden, bukan kepentingan politik sempit.
4. Menegaskan pentingnya jaminan kebebasan kritik sebagai bagian dari fungsi pengawasan legislatif.
Adeng turut menyinggung kasus dugaan keracunan makanan yang menimpa 16 siswa dan 2 guru MTs Al Khalifah Cepokomulyo, Kepanjen, yang beberapa waktu lalu harus dilarikan ke RSUD Kanjuruhan.
“Kami tidak ingin anak-anak makan dari dapur yang belum tentu higienis, lalu tumbuh bersama risiko yang tidak mereka pilih. Jika suara kami dianggap terlalu keras, biarlah. Yang penting rakyat tahu masih ada yang menjaga,” ujarnya.
Ia juga menyoroti ketimpangan penerapan aturan antara masyarakat dan penyedia layanan pemerintah.
“Untuk buka kedai kopi saja, warga harus menyiapkan banyak dokumen. Tapi dapur penyedia gizi anak bangsa bisa jalan tanpa izin lengkap hanya karena kepentingan personal. Ini tidak adil,” sindirnya.
Menurut anggota Komisi III DPRD Kabupaten Malang itu, sebagian besar penerima manfaat program MBG bahkan tidak tahu apakah makanan yang mereka konsumsi sudah memenuhi standar kebersihan.
“Besok kalau ada yang jatuh sakit, kita akan mendengar kata evaluasi dan force majeure. Lusa pejabat berganti podium, sementara rakyat hanya menggenggam tanya — siapa sebenarnya yang mereka wakili?” kata Adeng tajam.
Menutup pernyataannya, Adeng mengingatkan Pemkab Malang agar tidak menoleransi pelanggaran izin dengan dalih percepatan program
“Kami menghargai niat baik pemerintah mendukung dunia usaha, tapi mendukung bukan berarti merelakan hukum ditekuk seperti sendok plastik. Stop, jangan jadikan anak-anak kita sebagai kelinci percobaan,” pungkasnya.
Penulis : nes










