Penulis : Damanhury Jab (Panglima Satgas GRIB JAYA Provinsi Jawa Timur)
PENDOPOSATU.ID, MALANG – Pilkada serentak 2024 telah di depan mata. Hal ini ditandai dengan keluarnya PKPU No. 2 Tahun 2024 tentang tahapan pemilukada. Menurut data Komisi Pemilihan Umum yang dikutip DetikNews, ada 508 Kabupaten/Kota dan 37 Provinsi akan ikut dalam tahapan ini.
Termasuk beberapa Kabupaten Kota dan Provinsi yang dijabat oleh Penjabat Sementara. Artinya hampir bisa dipastikan dengan keluarnya tahapan ini tidak ada perubahan jadwal Pilkada pada November mendatang.
Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu yang menarik untuk diamati. Paling tidak dua alasan sederhana antara lain, Pertama Jawa Timur bisa dianggap sebagai salah satu representasi politik Nasional, selain Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
Hal ini karena secara kuantitas pemilihyang sangat signifikan dalam kancah politik Nasional. Merujuk pada data KPU Jawa Timur pada Pilpres dan Pileg 2024 terdapat 31 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Artinya lebih kurang 15 persen suara nasional ada di Jawa Timur jika DPT Nasional 204 juta. Kedua, kandidat yang berhasil memenangi pertarungan berpotensi untuk melanggeng ke tampuk kepemimpinan nasional. Meski melalui proses politik yang tidak mudah paling tidak memiliki daya tawar politik yang tinggi.
Demikian juga partai politik akan mendapat coattail effect dari kandidat yang diusung secara otomatis. Sehingga menjadi track record yang baik bagi partai politik untuk menghadapi pemilu mendatang terutama dalam pembentukan koalisi. Oleh karena itu, Jawa Timur menjadi seksi untuk diperebutkan semua partai politik.
Pada pemilukada 2018 lalu, hanya dua pasang kontestan yang berlaga di Jawa Timur yaitu Khofifah Indar Parawansa-Emil Elistianto Dardak dengan nomor urut 01 dan pasangan Saifullah Yusuf-Putih Guntur Sukarno nomor urut 02.
Yang akhirnya dimenangkan oleh pasangan Khofifah-Emil dengan perolehan suara hasil rekapitulasi akhir 10.45.28 suara atau 53,55 persen. Dengan kata lain Khofifah-Emil unggul di 27 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Sementara 11 sisanya dimenangkan oleh pasangan Gus Ipul-Putih. Kemenangan Khofifah tentu saja menjadi modal pada Pemilukada serentak November 2024. Posisinya sebagai icumbent menjadi aset penting untuk melangkah kembali pada periode kedua.
Dalam kancah perpolitikan di tingkat daerah hal tersebut merupakan sesuatu yang lazim. Meski ada pula yang hanya menjabat satu periode. Peluang Khofifah untuk maju kembali sangat besar didasarkan pada hampir semua partai koalisi pada 2018 lalu masih cenderung mendukung Khofifah-Emil.
Bahkan Partai Gerindra telah turut pula memberikan rekomendasi kecuali PPP, Nasdem, dan Hanura. Salah satu partai lain yang juga memiliki basis di Jawa Timur adalah PKB meski belum memberikan lampu hijau, akan tetapi sudah ada signal akan berlabu pada Khofifah.
Karpet merah ini tentu tidak mungkin diabaikan Khofifah, untuk mendapat rekomendasi parpol dalam Pemilu sebenarnya merupakan hal yang tidak mudah.
Kekuatan koalisi yang dimiliki ini merupakan kepastian bahwa Khofifah-Emil akan tancap gas kembali menuju pertarungan di Jawa Timur. Sedangkan lawan politiknya sejauh ini belum nampak.
Partai-partai lain masih dalam proses wait and see. Kegamangan ini tentu saja dapat dimaklumi karena posisi Khofifah yang menjadi JurkamNas Prabowo di Jawa Timur pada Pilpres lalu.
Dimana pasangan Probowo-Gibran menang telak di Jawa Timur. Meski didukung oleh partai koalisi terutama Demokrat, namun peran Khofifah tidak bisa dibilang kecil karena posisinya sebagai Ketua PP Muslimat NU memiliki irisan dengan Pemilih di Jawa Timur yang notabenenya adalah warga Nahdhatul Ulama.
Selain itu, keberhasilan Khofifah menjadi partner Pemerintahan Jokowi. Dimana ada beberapa Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditarik ke Jawa Timur di antaranya proyek jalan tol, bandara, energi dan bendungan.
Indikasi ini bisa dianggap sebagai kepercayaan Pemerintah Pusat pada kepemimpinan Khofifah di Jawa Timur. Ambisi Jokowi yang fokus pada pembenahan infrastuktur telah dirasakan banyak masyarakat dampaknya dan tentu saja secara tidak langsung akan memberi dampak elektoral bagi Khofifah-Emil.
Bagi masyarakat awam, dengan banyaknya proyek tentu akan membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan ekonomi warga, dan dianggap sebagai keberhasilan Pemerintah Daerah Provinsi.
Social capital di atas paling tidak untuk membuat Khofifah-Emil percaya diri berlayar. Bahwa selama kepemimpinannya, Jawa Timur cenderung kondusif dan dianggap bersih dibanding beberapa Kepala Daerah lain yang tersandung korupsi.
Meski demikian secara matematis belum bisa menjadi kepastikan kemenangan sebelum proses Pilkada berjalan. Selain itu juga karena politik lokal yang cenderung dinamis. Koalisi di tingkat nasional kerap kali tidak bisa menjadi patokan untuk membentuk koalisi di daerah.
Hal ini wajar saja dalam politik tentunya. Namun secara psikologis partai-partai di luar pengusung Khofifah akan berfikir ulang untuk tidak memberi rekom atau dukungan.
Penulis : Redaksi