PENDOPOSATU.ID, BLITAR – Uang, seringkali kita pandang sekadar lembaran kertas atau koin logam, alat tukar untuk memenuhi kebutuhan. Namun, pernahkah kita merenungkan lebih dalam mengenai kelahirannya, alasan di baliknya, serta implikasi yang ditimbulkannya bagi peradaban manusia?
Sejarah pasti penciptaan uang memang masih menjadi misteri. Jauh sebelum era modern, sistem barter mendominasi interaksi ekonomi. Namun, keterbatasan barter – sulitnya menemukan kecocokan kebutuhan ganda, penentuan nilai yang rumit, dan masalah penyimpanan – mendorong manusia untuk mencari solusi yang lebih efisien.
Lantas, muncullah “uang” dalam berbagai bentuk purba, hingga evolusinya menjadi koin dan uang kertas seperti yang kita kenal kini. Sayangnya, nama penemu pertama uang modern masih menjadi teka-teki sejarah.
Terlepas dari itu, kehadiran uang membawa angin perubahan yang signifikan. Ia mempermudah perhitungan nilai, menjadi alat penyimpanan kekayaan, dan melancarkan transaksi.
Fungsi-fungsi uang sebagai alat tukar, penyimpan nilai, pemindah kekayaan, pembayaran, pengukur harga, dan satuan hitung, tak dapat dipungkiri telah memacu pertumbuhan ekonomi.
Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, tersimpan pula potensi dampak negatif.
Sebelum uang hadir, manusia cenderung hidup selaras dengan lingkungan sekitar. Kini, tak jarang kita merasa “terbelenggu” oleh eksistensi uang.
Ketimpangan ekonomi, munculnya kekuasaan berbasis materi, hingga potensi rusaknya nilai-nilai sosial dan moral akibat “dewanisasi” uang menjadi sisi kelamnya.
Uang dapat membutakan, memicu jurang pemisah antara kaya dan miskin, bahkan merusak harmoni dalam keluarga dan masyarakat.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bersikap bijak dalam menyikapi uang.
“Memilah kebutuhan esensial dan menolak gaya hidup konsumtif berlebihan menjadi kunci.”
Di tengah kesulitan ekonomi, kreativitas memberdayakan lingkungan sekitar patut diacungi jempol. Memanfaatkan lahan kosong untuk bercocok tanam, misalnya, bisa menjadi solusi sederhana namun berdampak.
Pada akhirnya, harapan akan kemudahan yang ditawarkan uang adalah wajar. Namun, jangan sampai kilau materi membutakan kita dan menjadikan kita budaknya.
Jadi Berbahagialah dengan rezeki yang ada, dan jangan lupakan akan esensi indahnya berbagi.
“Berbahagialah jika kamu masih disanding rejeki dan jangan lupa berbagi, tetapi janganlah engkau menjadi budak uang yang tak berujung kilaunya.” (Sony)
Penulis : Sony
Editor : Gus