PENDOPOSATU.ID, KOTA MALANG – Puluhan warga Blimbing yang tergabung dalam “Warga Peduli Lingkungan” gelar deklarasi menolak rencana pembangunan dua apartemen dan satu hotel bintang 5 setinggi 197 meter oleh PT Tanrise Property Indonesia di wilayah mereka pada Minggu (27/04/2025).
Aksi ini diinisiasi dan diikuti oleh puluhan warga yang peduli lingkungan di wilayah Blimbing, Kota Malang, yang menamakan Posko Warpel “Warga Peduli Lingkungan”. Tercatat 60 warga telah bergabung dan terus bertambah.
“Sementara tercatat 60 warga, dan lainya segera bergabung ke posko kurang lebih 160,” jelas Kordinator Posko Warpel, Centya WM pada puluhan awak media.
Aksi deklarasi Warpel dilakukan di posko Warpel Jl. Candi Kalasan III No.18 Blimbing, Kota Malang, yang merupakan lokasi terdampak rencana pembangunan 2 apartemen dan 1 hotel mewah setinggi 197 meter.
Centya yang didaulat menjadi perwakilan warga mengatakan jika warga secara spesifik menolak sosialisasi atau hearing dilakukan di Balai RW atau lingkungan mereka, dan meminta forum diadakan di tingkat pemangku kebijakan Kota Malang.
“Jadi tolong hargai hak kami, ajak bicara kami tapi kalau sudah demikian, ya mohonlah digelarnya tidak di Balai RW atau di lingkungan kami,” ujarnya.
“Tapi, monggo di pemangku kebijakan di kota Malang ini, digelarlah audensi, hearing, semua pihak hadirkan supaya tidak menimbulkan pertanyaan dan kesalahpahaman warga,” tambahnya.
Ia mengungkapkan warga menolak pembangunan Apartemen dan Hotel oleh PT Tanrise Property Indonesia (PT TPI) karena khawatir akan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan, kenyamanan, ketenangan, kesehatan, dan keamanan tempat tinggal mereka.
Hal tersebut bercermin dari pembangunan Apartemen oleh PT Tanrise di Panjang Jiwo Kecamatan Tenggilis Mejoyo Surabaya beberapa waktu yang lalu, yang menyebabkan puluhan rumah warga retak-retak dan diantaranya mengalami penurunan bangunan selain gangguan kebisingan dan polusi debu. Oleh sebab itu, warga Candi Kalasan RW10 menganggap itu menjadi cerminan penting, supaya tidak terulang lagi di kota Malang.
“Karena di Malang kan sudah banyak kasus terkait masalah pembangunan apartemen dan kami tidak mau, nanti pada ujung-ujungnya kita bertetangga dengan bangunan mangkrak,’ terangnya.
Mereka juga menolak potensi gangguan dan perpecahan antar warga akibat kepentingan pengembang, serta belajar dari kasus pembangunan mangkrak di Surabaya.
Warga merasa hak-hak mereka sebagai warga terdampak diabaikan dan mempertanyakan transparansi proses perizinan, termasuk AMDAL yang dipaksakan dan tidak mereka pahami.
‘Amdal saja tidak ada yang ngerti mas, sudah disuruh mengikuti proses perizinan amdal apalagi sidang, bisa ditanya nanti warga langsung ya,’ ungkap Centya.
Warga melakukan aksi dengan menggelar deklarasi yang berisi lima poin penolakan tegas dan membentuk Posko Warpel sebagai wadah perjuangan seluruh warga terdampak.
Selain itu, Centya juga menyampaikan jika warga menuntut pengembalian dokumen-dokumen seperti daftar absen sosialisasi, kuesioner, dan foto-foto saat sosialisasi.
“Kami minta untuk mengembalikan, daftar absen sosialisasi pertama di kecamatan, terus kuisioner, dan foto-foto, itu tolong dikembalikan kepada warga yang tergabung di posko warga peduli lingkungan, khusus untuk lingkungan sini,” tegas Centya.
Warga yang tergabunh dalam posko Warpel juga berinisiatif membuat surat pernyataan dan surat kuasa kepada Posko untuk menghindari adanya tudingan provokator.
“Kami masih menyediakan form untuk surat pernyataan, dibuatkan surat kuasa masing-masing kepada Posko untuk menghindari bahwa disini ada tujuan provokator kepada kami,” lugasnya.
Mereka juga meminta audiensi terbuka di tingkat pemangku kebijakan Kota Malang terkait Amdal dan mempertanyakan status tanah yang akan dibangun sebelum izin dikeluarkan.
“Selain itu status kepemilikan juga harus jelas historisnya,” pungkasnya tersenyum penuh arti.
Terahir, Centya mengatakan jika aksi deklarasi yang digelar merupakan gerakan murni dari warga tanpa melibatkan pengacara. (Gus)
Penulis : Gus
Editor : Redaksi