PENDOPOSATU.ID, MALANG – Dalam semangat pengabdian masyarakat dan kepedulian lingkungan, mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) yang tergabung dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2025 telah menunjukkan aksi nyata di Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
Desa ini tengah memperkuat identitasnya sebagai kawasan ramah lingkungan, dan program biopori yang digagas oleh mahasiswa menjadi salah satu sorotan utama. Program ini bertujuan untuk membantu pengelolaan limbah organik sekaligus menjadi bentuk konservasi air tanah.
Inisiatif biopori ini digagas oleh Pranantha Dertha Leo, mahasiswa Fakultas Pertanian UB. Awalnya, ia mengusulkan program budidaya tanaman obat keluarga (TOGA), namun setelah observasi lapangan dan diskusi dengan Kepala Desa Suheri, Kepala Dusun Jetak Ngasri Bapak Didit, serta dosen pembimbing lapangan Prof. Dr. Ir. Aminudin Afandhi, M.S., fokus program kemudian beralih pada pengelolaan sampah berbasis rumah tangga melalui biopori.
“Saya melihat masih banyak sampah rumah tangga dibuang bercampur dalam kantong plastik. Ini menimbulkan asumsi saya bahwa pemilahan terlalu digantungkan pada TPS3R desa. Padahal, memilah dan mengelola sampah bisa dimulai dari rumah. Biopori menjadi jalan sederhana untuk itu, khususnya untuk sampah organik,” ungkap Pranantha.
Dengan dukungan penuh dari Kepala Dusun, warga, dan rekan-rekan penanggung jawab program, sebanyak tahapan 8 titik lubang biopori berhasil dibuat di lingkungan warga. Masing-masing lubang memiliki kedalaman 90-100 cm dan diameter 15 cm. Sampah organik seperti daun kering, sisa buah, dan sayur dimasukkan ke dalam lubang sebagai bahan pembentuk kompos alami.
Lebih dari sekadar menggali, kegiatan ini disertai edukasi langsung kepada warga tentang fungsi biopori yakni meningkatkan resapan air hujan, mencegah banjir, dan menghasilkan pupuk kompos. Sosialisasi dilakukan secara informal dengan bahasa yang mudah dipahami lintas usia.
Warga Jetak Ngasri yang dikenal gemar menanam tanaman hias dan sayur di halaman rumah menyambut baik program ini. Kebiasaan mereka menjadikan biopori sebagai jembatan antara kesadaran lingkungan dan praktik sehari-hari.
Program ini juga selaras dengan keberadaan TPS3R desa. Jika TPS3R berperan di hilir, maka biopori memperkuat pengelolaan dari hulu, dimulai langsung dari rumah. Warga tak hanya diajak memilah, tetapi juga mengelola limbah organik secara mandiri.
Selain itu, program ini beriringan dengan persiapan Desa Mulyoagung dalam lomba Desa Berseri Tingkat Provinsi Jawa Timur oleh Dinas Lingkungan Hidup.
“Anak-anak ini aktif, terbuka, dan mau diskusi. Mereka juga fleksibel dan siap menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Ini penting karena setiap desa punya karakter berbeda,” tutur Kepala Dusun Jetak Ngasri.
Meski keterlibatan fisik warga belum sepenuhnya maksimal, antusiasme mereka terhadap keberadaan biopori serta keterbukaan terhadap edukasi menjadi modal sosial untuk keberlanjutan.
Mahasiswa juga melakukan evaluasi teknis: idealnya, pemilihan titik biopori mempertimbangkan kedalaman muka air tanah (MAT) dan struktur tanah. Namun, karena keterbatasan alat dan data, penentuan lokasi didasarkan pada pengamatan dan diskusi dengan perangkat desa.
Lebih jauh, inisiatif biopori ini juga mendukung agenda global Sustainable Development Goals (SDGs):
Tujuan 6 (Air Bersih dan Sanitasi) melalui peningkatan resapan air tanah
Tujuan 11 (Permukiman Berkelanjutan) dengan mendorong partisipasi warga
Tujuan 12 (Konsumsi dan Produksi Bertanggung Jawab) lewat pengolahan limbah organik sejak dari rumah
Tujuan 13 (Penanganan Perubahan Iklim) melalui pengurangan emisi dari limbah organik dan peningkatan adaptasi terhadap curah hujan ekstrem
Setelah delapan titik rampung, seluruh kegiatan didokumentasikan dan disampaikan kepada pihak desa, serta dibagikan melalui akun Instagram tim KKN sebagai bentuk transparansi dan publikasi kegiatan.
“Program ini bukan tentang seberapa banyak lubang yang kami buat, tapi tentang bagaimana kami belajar berinteraksi dengan masyarakat, membangun kepercayaan, dan meninggalkan dampak kecil yang bisa berlanjut setelah kami pulang,” tutup Tim KKN UB.
Melalui aksi sederhana namun bermakna ini, mahasiswa UB menunjukkan bahwa pengabdian masyarakat tidak harus berupa proyek besar, tetapi harus tepat guna dan menjawab kebutuhan nyata warga.
Penulis : Redaksi
Editor : Gus