Malang, pendoposatu.id – Para petani cabai di Desa Pulungdowo, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, kini tengah menghadapi masa sulit. Harga cabai rawit di tingkat petani anjlok drastis, sementara biaya perawatan tanaman terus melambung akibat harga obat-obatan dan pupuk yang kian mahal.
Menurut data petani, harga cabai saat ini hanya Rp25.000 per kilogram, padahal sebelumnya bisa mencapai Rp43.000 per kilogram sesuai harga eceran tertinggi (HET). Bahkan beberapa waktu lalu, harga di tingkat petani sempat jatuh hingga Rp13.000 per kilogram. Kondisi ini membuat banyak petani memilih tidak memanen hasil panennya karena khawatir merugi.
Suhartini, salah satu petani cabai asal Desa Pulungdowo, mengungkapkan keluh kesahnya. Ia mengatakan, mahalnya biaya obat-obatan tanaman tidak sebanding dengan harga jual cabai di pasaran.
“Obat mahal, cabe murah, petani menjerit. Harga sekarang Rp25 ribu per kilo, sebelumnya sempat Rp13 ribu. Padahal harga HET ada di kisaran Rp43 ribu. Kalau terus seperti ini, kami jelas rugi,” kata Suhartini saat ditemui di kebunnya, Kamis (11/9/2025).
Lebih lanjut, Suhartini menuturkan bahwa hingga kini belum ada bantuan pupuk maupun obat-obatan dari pemerintah setempat. Padahal, biaya perawatan cabai membutuhkan modal cukup besar, mulai dari pupuk, pestisida, hingga tenaga kerja.
“Belum ada bantuan dari pemerintah. Semua biaya obat dan pupuk kami tanggung sendiri. Kalau harga cabai jatuh, kami tidak sanggup menutup modal. Akhirnya banyak petani tidak mau memanen karena pasti rugi,” jelasnya.
Akibat tidak dipanen, kondisi cabai di lahan mulai mengering. Suhartini memperlihatkan sejumlah tanaman cabai yang dibiarkan begitu saja karena biaya panen tidak sebanding dengan harga jual di pasaran.
“Kalau dipaksa dipanen, biayanya justru lebih besar dari hasil penjualan. Akhirnya ya banyak cabai yang dibiarkan kering di pohon,” tambahnya.
Petani di Tumpang berharap pemerintah Kabupaten Malang maupun pemerintah pusat dapat turun tangan memberikan solusi nyata, baik melalui subsidi pupuk, obat-obatan, maupun penetapan harga yang lebih berpihak pada petani.
“Kami berharap ada perhatian khusus. Jangan sampai petani cabai di Malang makin terpuruk. Kalau tidak ada solusi, banyak yang memilih berhenti menanam cabai,” tandas Suhartini.
Fenomena jatuhnya harga cabai di Malang ini kembali menegaskan rentannya nasib petani hortikultura yang bergantung pada permainan harga pasar. Tanpa intervensi pemerintah, dikhawatirkan produksi cabai akan terus menurun, padahal kebutuhan masyarakat tetap tinggi.
Penulis : nes
Sumber Berita : Liputan