PENDOPOSATU.ID, MALANG – Pencopotan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Malang pada April lalu oleh Bupati Malang H.M, akhirnya berbuntut panjang. Pasalnya, Sanusi dinilai tidak prosedural dan tidak tepat, menurut Kuasa hukum Drg Wiyanto Wijoyo bahwa apa yang dilakukan oleh Kadinkes pada saat itu sudah sesuai dengan kebijakan Bupati.
‘’Tindakan yang dilakukan klien kami, sudah sesuai kewenangan dan tidak terdapat cukup bukti melakukan pelanggaran terkait pengelolaan keuangan daerah,’’ jelas Moch Arifin SH kepada awak media, Selasa (04/06/2024).
Untuk itu, Kuasa Hukum drg Wiyono minta Bupati Malang untuk mencabut dan membatalkan SK Bupati Malang No. 800.1.6.3/148/35.07.405/2024 tentang pencopotan Kadinkes kabupaten Malang. Bahkan, surat somasi sebanyak lima halaman itu sudah dikirimkan pada 21 Mei 2024 yang lalu sesuai aturan hukum yang berlaku, dan sudah diterima pada 22 Mei 2024 sembari menunjukkan bukti tanda terima.
‘’Sudah kami kirim surat somasi sesuai Undang Undang, kami memiliki waktu 10 hari kerja untuk menunggu jawaban dari pak Bupati dengan tembusan ke Mendagri dan Gubernur Jatim yang pada intinya Bupati Malang diminta membatalkan SK 800.1.6.3/148/35.07.405/2024 tentang Pembebasan dari Jabatannya Menjadi Jabatan Pelaksana Selama 12 (dua belas) Bulan, tertanggal 27 Maret 2024 terhadap Wiyanto Wijoyo,” terbangnya.
Lebih lanjut Arifin menyebutkan beberapa alasan yang melemahkan posisi Bupati Malang saat mencopot kliennya. Apalagi, setiap pengambilan keputusan kliennya selalu berkoordinasi dengan pihak terkait.
“Sebagai contoh, BPJS Kesehatan Kabupaten Malang dapat menerima keikut sertaan 578.588 orang dengan syarat harus ada penjamin dari Pemerintah Kabupaten Malang terkait dengan pembayaran preminya,” ungkapnya.
Selanjutnya Arifin menjelaskan, Bupati Malang berusaha meyakinkan keinginan BPJS Kesehatan dengan dibuatnya Pakta Integritas yang diteken Bupati Malang, 24 Februari 2023.
“Inti pakta intergritas Bupati Malang siap mengalokasikan anggaran Jaminan Kesehatan sebesar Rp 194.072.043.873 yang bersumber dari APBD Kabupaten Malang tahun 2023,” urainya.
“Ternyata saat PAK (Perubahan Anggaran Keuangan), anggaran yang dijanjikan Bupati Malang tidak tersedia. Akibatnya, progam UHC (Universal Health Coverage) tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam kondisi ini, klien kami yang disalahkan,’’ tandas Arifin.
“Jika dalam waktu 10 hari kerja tidak ada jawaban dari Bupati Malang, maka pihaknya akan berkirim surat ke Gubernur Jatim. Intinya, Gubernur Jatim diminta untuk membatalkan produk hukum yang diberikan Bupati Malang,” imbuhnya.
‘’Jika ternyata nanti Gubernur Jatim juga tidak ada respon yang baik, baru kami akan melangkah ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Tenggat waktu jawaban surat ke gubernur juga sama yaitu 10 hari kerja,’’ tandasnya.
Penulis : Setyo
Editor : Santoso